Puisi karya Widji Thukul
Kali ini kita akan sedikit membahas tentang puisi karya Widji Thukul. Dia adalah sastrawan sekaligus aktivis HAM yang banyak terlibat dalam aksi demonstrasi. Semenjak tragedi 1998 jejaknya menghilang dan tidak diketahui keberadaannya sampai saat ini. Meski sampai sekarang tak jelas keberadaannya, tapi karya-karya Wiji tetaplah hidup.
Puisi-puisinya yang keras, menghantam hati penguasa yang mengandalkan ketakutan untuk memeras rakyat. Puisi-puisinya lantang, tak takut dibendung penguasa, tak takut dilibas peluru. Puisi Widji Thukul, adalah simbol perlawanan di zamannya. Coba baca terlebih dahulu puisi dengan judul "Peringatan".
PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gasat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Puisi yang berjudul "Peringatan" ini adalah salah satu karya Widji Thukul yang dapat kita buktikan sendiri, betapa keras dan lantangnya puisi dari sang penyair. Kebanyakan orang pada umumnya sering mendengarkan puisi tersebut, dengan begitu banyak yang sudah memahami makna yang terselubung dalam puisi tersebut.
Dalam puisi ini wiji tukul menjelaskan bahwa banyak hal yang terjadi pada pihak pemerintahan yang benar-benar merupakan sebuah ruang gelap bagi negeri. Saat rakyat acuh dan tidak mendengar pemerintah, dan ketika kebenaran tidak bisa diperoleh dimanapun. Kemelut itu akan membawa Indonesia dalam keterpecah belahan, cerai-berai, dan tak memilki tujuan bernegara lagi.
Wiji Thukul dengan sangat berani menentang kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pada masa orde baru dan Wiji tidak tanggung-tanggung untuk mengajak masyarakat khususnya para buru untuk melakukan aksi agar mendapat hak asasi manusia.
Tidak hanya puisi berjudul "Peringatan" ada lagi puisi karya beliau yang menguras pikiran yakni dengan judul "Di bawah Selimut Kedamaian Palsu".
Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa gunanya banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Di mana-mana moncong senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Dari judul pun sudah banyak yang memahami bahwa ada maksud terselubung dalam puisi tersebut. Yuk mari kita memahami sedikit makna dari Puisi “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” memiliki makna bahwa sejatinya seseorang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya dalam kebaikan itu tidak ada gunanya sama sekali dan orang yang selalu membaca buku namun selalu bungkam dan tidak bisa menegakkan kebenaran itu juga hanyalah sebuah kesia-siaan.
Dalam puisi tersebut seperti disampaikan sebuah sindiran kepada sebagian penguasa pemerintahan yang masih suka berkomplot dengan orang-orang licik dengan tujuan yang tidak baik atau hanya menguntungkan dirinya sendiri. Sedangkan akibatnya adalah rakyat-rakyat yang tertindas dan tidak mendapat keadilan.
Puisi ini memiliki makna yang sangat mendalam sesuai dengan kenyataan yang sedang kita alami saat ini. Wiji Thukul menyampaikan pesan melalui puisi “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” yaitu agar kita selalu mengamalkan atau memanfaatkan ilmu yang kita dapat pada hal-hal yang baik dan tidak merugikan orang lain. Kita harus menjadi orang yang bijak dalam memanfaatkan ilmu yang kita dapat.
Komentar
Posting Komentar