Makna ketidakadilan CERPEN "Sulastri dan Empat lelaki" karya M. Shoim Anwar

     Kali ini kita akan membahas sebuah cerita pendek yang menarik nih. Cerita pendek yang berjudul Sulastri dan Empat Lelaki karya Shoim Awar. Cerita pendek Sulastri dan Empat Lelaki tersebut cerita yang fiktif namun isinya mengandung suatu informasi yang sepele. Sebelum masuk dalam cerita pendek tersebut, mungkin bagi orang sastra menimbulkan sebuah pertanyaan dengan kali pertama membaca judulnya. Apakah terjadi ketidakadilan gender? Feminisme apa lagi? Atau buat orang pada umumnya akan bertanya. Ada apa dengan Sulastri? Kenapa dengan empat lelaki?. Yaaa, mungkin itu kesan pertama saat membaca judulnya.


Yuk kita ulas sedikit tentang cerita pendek Sulastri dan Empat Lelaki karya Shoim Anwar mengisahkan nasib seorang Sulastri yang memiliki permasalahan besar dengan banyak lelaki. Sulastri sudah menikah dan memiliki suami yang bernama Markam. Pasangan suami istri tersebut bertempat tinggal di daerah sekitar Tegal-Bengawan Solo. Kehidupan pasangan suami istri tersebut yang tadinya berjalan dengan normal tetapi ada suatu hal yang memicu timbulnya suatu permasalahan sehingga kehidupan Sulastri sungguh miris. Suaminya bekerja di Museum Trinil, sedangkan sang istri Sulastri merupakan pengelolah tanaman tembakau. Sulastri menanam di daerahnya untuk didistibutorkan ke pabrik rokok namun entah bagaimana kejadiannya dengan mengelola tanaman tembakau tersebut Sulastri merasa bahwa ia dipermainkan oleh pihak pabrik rokok. Sampai akhirnya ekonomi keluarganya kacau balau. Suaminya makin tidak jelas pekerjaannya. Markam mulai meninggalkan tempat bekerja dan mulai kegiatan yang tidak dapat dibenarkan. Markam tiba-tiba ingin bertapa dengan tujuan memiliki suatu keris dan tombak untuk suatu keperluannya. Dari sini terdapat ketidakadilan gender yang menitik beratkan di beban kerja seorang perempuan.


            Kemudian, Sulastri merasa bahwa ia tidak bisa hidup dengan ekonomi yang sangat minim. Ditambah lagi dia harus membiayai kehidupan anaknya. Pada awalnya Markam bergulat dengan dunia pertapaan untuk mendapatkan keris dan tombak, Sulastri mengira akan mendapatkan hal yang dapat ia gunakan untuk membiayai kehidupan keluarganya tersebut. Suatu ketika, Markam pulang tanpa membawa hasil apapun, sehingga Sulastri murka. Sulastri mengambil dan melempar buku yang berisi tentang ilmu untuk bertapa tersebut ke arah muka sang suami. “Kau bukan Siddhartha, sang pertapa Gotama dari Kerajaan Sakya yang pergi bertapa dengan meninggalkan kemewahan pada keluarganya. Istri dan anaknya ditinggal dengan harta benda yang berlimpah. Tapi kau malah meninggalkan kemelaratan untuk aku dan anak-anak!”. Begitulah kemurkaan Sulastri. Mendengar istrinya begitu murka, Markam mengambil sesuatu dari dapur dan pergi meninggalkan rumah untuk mengabdikan hidupnya bertapa agar mendapatkan benda-benda pusaka yang sangat ia dambakan tersebut.


Sekejab kenangannya membuyarakan lamunan yang saat ini berada di pinggir Laut Merah. Tiba muncul dari dalam Laut Merah terdapat sosok yang begitu ia takuti apa lagi kalau bukan Firaun. Sulastri menoleh ke kanan dan ke kiri berharap ada seseorang yang ia mintai pertolongan, di sana ia melihat seoarang polisi namun polisi tersebut bukannya menolong malah ia melambaikan tangan dan masuk ke dalam pos. kejadian tersebut merupakan kali kedua polisi dengan Sulastri bertemu di tempat yang sama. Pada pertemuan pertama polisi tersebut ingin menghampiri Sulastri barangkali memang berniat menolong namun Sulastri tetapi malah menjauh dan bersembunyi dari polisi tersebut, sehingga pertemuan kedua tersebut kiranya sang polisi tidak mau menolong karena pernah diperlakukan tidak baik oleh Sulastri.


Mengetahui sang polisi tidak menggubris permintaan tolong Sulastri, ia memutuskan untuk melarikan diri dengan sekuat tenaga dari sosok besar yang dibaluti dengan otot-otot besar dan pakaian gemerlap yang menutupi bawah pusar hingga lututnya. Ketika berlari Sulastri dihentikan dengan adanya sosok lain yakni Musa. Sulastri meminta tolong pada Musa agar dibantu bebas dari Firaun namun Musa tidak membantunya dengan mudah dikarenan beberapa hal yang telah dilakukan Sulastri di masa lalu yakni dirinya ikut suaminya untuk menyembah berhala. Selain itu Sulastri juga pergi dari Indonesia ke Arab dengan cara yang tidak baik. Setelah mengungkapkan beberapa hal kesalahan yang ada pada diri Sulastri tersebut Musa menghilang dari pandangannya. Mengetahui itu Firaun kembali mengejar Sulastri.


Sulastri kembali berlari lagi dan terkejut melihat ada sosok Musa kembali lagi berupa tongkat. Tongkat tersebut pun ia pukulkan kea rah Firaun dan seketika tubuh Firaun terbecah berkeping-keping. Setelah kejadian tersebut Sulastri menyadari bahwa ia di tepi Laut Merah sendiri. Berdasarkan cerita pendek Laut Merah tersebut dapat dipahami dari berbagai aspek karena dari isi cerita pendek tersebut mencakup beberapa aspek yang dapat diamati secara detail.


Dari sisi Sulastri juga tidak dapat dibenarkan karena jika memang suami melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama yang dianut seharusnya ia sebagai istri dapat memeringati sang suami. Perbuatan Sulastri tersebut merupakan bentuk abdinya pada sang suami yakni bahwa sang istri harus melayani suami dan taat pada suami. Kembali pada ketidakadilan gender bahwa seorang perempuan mendapatkan sebuah pelebelan bahwa seorang istri harus melayani dan patut terhadap suami. Beberapa kali ia menahan untuk tidak marah pada Markam lantaran sang suami tidak bisa menghidupi keluarganya sendiri. Hal ini dapat dipahami pada isi cerita bagian ketika Sulastri yang didatangi seorang polisi yang dirasa ia kurang aman sehingga terjadi kejar-kejaran antara Sulastri dengan polisi tersebut dan akhirnya Sulastri berhasil melepaskan diri dari seseorang yang dirasa akan menyebabkan sesuatu yang buruk pada diri Sulastri. Hal buruk berlanjut pada pertemuannya dengan Firaun yang ingin Sulastri bergabung dengan ajarannya namun lagi dan lagi Tuhan memberikan bantuannya melalui Musa sehingga Sulastri dapat lepas pula pada kejaran Firaun tersebut.


Selain itu isi dari cerita pendek tersebut masuk dalam hubungan ekonomi dan juga terdapat ketidakadilan gender. Perekonomian dilihat pada bagian cerita Sulastri yang murka pada sang suami karena merasa bahwa Sulastri dan anaknya hidup dalam kesengsaraan. Ia tidak mendapatkan nafkah dari sang suami. Markam meningglkan pekerjaannya dan keluarganya, ia lebih memilih mengabdi bertapa untuk mendapatkan keris dan tombak. Terdapat juga ketidakadilan gender yakni, pelebelan, beban kerja, dan kekerasan dalam perempuan. Setiap orang memiliki pemikiran-pemikiaran sendiri untuk melakukan sesuatu, baik sesuatu berkelakuan baik ataupun buruk. Kita tidak pernah memahami arti sesungguhnya dari perlakuan seseorang yang diberikan pada kita. Seperti halnya dengan kejadian yang dialami Sulastri ketika ia berdiri termangu di atas tanggul, ia didekati oleh seorang polisi yang menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri. Perlakuan sang polisi tersebut jika dinilai beberapa orang bahwa polisi tersebut ingin menolong Sulastri bahwa bisa saja polisi tersebut menganggap Sulastri ingin melompat ke laut, namun ketika didekati oleh seorang polisi yang kiranya ingin menolong tersebut, Sulastri berlari dan bersembunyi. Ia berpikir tidak ada yang bisa menolongnya, meskipun sang polisi tadi rupanya ingin menolongnya bisa saja Sulastri akan diserahkan pada sekelompok orang yang dapat dikatakan bekerja yang tidak benar. Sulastri akan diminta mengumpulkan beberapa uang seperti nasib temannya yang lain untuk syarat ia akan dideportase ke negara asalnya, Indonesia.


Berdasarkan sedikit pemaparan makna isi cerita pendek Sulastri dan Empat Lelaki tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dilakukan dan di manapun Sulastri berpijak, ia akan selalu berurusan dengan lelaki yang tidak menghargai dirinya. Hal ini dapat direnungi atau disimak kembali pada beberapa bagian dalam cerita pendek tersebut yakni pertama Sulastri menjalani bahtera rumah tangga dengan seorang lelaki yang tidak bertanggung jawab pada keluarga kecilnya tersebut. Sulastri dan anaknya dibiarkan sengsara begitu saja. Setelah suaminya memutuskan untuk mengabdi dalam dunia pertapaan, Sulastri mengasingkan diri ke negara lain dengan tujuan kiranya untuk mendapatkan upah. Sulastri pergi dengan suatu cara yang diyakini Musa bahwa cara tersebut ialah cara yang tidak benar atau haram. Di sana Sulastri menyesal dan ingin kembali ke tanah air. Tidak ada yang dapat Sulastri percaya di sana, baik polisi maupun seseorang yang menjadi perantaranya untuk kedutaan agar dibantu dideportasi ke negara asal. Ketidakpercayaan Sulastri tersebut muncul karena berdasarkan apa yang ia lihat atau alami yakni teman senasibnya yang diperlakukan seperti itu oleh seseorang yang diyakini perantara tersebut, namun alih-alih dibantu ke kedutaan temannya diharuskan membayar seribu real perorang pada perantara tersebut.


Selain polisi, lelaki yang berada di sekelilingnya yakni kemunculan Firaun. Kemunculan Firaun tersebut dapat dimaknai akibat bentuk perilaku yang tidak baik sedangkan kemunculan Musa dapat dimaknai sebagai bentuk eksistensi Allah yakni untuk membantu Sulastri. Hal ini dapat dijelaskan secara singkat yakni di sisi lain perilaku Sulastri yang tidak mencari nafkah berdasarkan jalan Allah dan ia tidak menegur perbuatan tidak baik pada suaminya yakni menyembah berhala. Selain itu dia pergi ke Arab dengan cara yang dapat dikatakan tercela atau haram. Beberapa perilaku Sulastri tersebut mendapatkan balasan dari semesta yakni kemunculan Firaun yang menginginkan atau menganggap bahwa kedatangan Sulastri ke tepi pulau merah adalah untuk menyerahkan diri menjadi budaknya karena perlakuan Sulastri yang tidak baik tersebut. Padahal kenyataannya Sulastri tidak ingin menjadi budak Firaun. Diikuti dengan kemunculan Musa yakni dapat dimakna bahwa adanya eksistensi Allah yang membantu Sulastri ketika menghadapi kesulitan. Hal ini membuktikan bahwa seburuk apapun kesalahan yang pernah kita lalui akan diberikan kesempatan oleh Allah jika kita benar-benar menyesal dan berniat untuk bertaubat.


Pada penjelasan dari keseluruhan isi cerita pendek Sulastri dan Empat Lelaki tersebut adanya suatu peristiwa yang berkorelasi dengan beberapa kejadian di dunia nyata. Tidak hanya perekonomian saja yang terdapat dari cerita pendek tersebut, tetapi juga ada beberapa kasus ketidakadilan dalam gender yang dialami oleh Sulastri.


Kelebihan pada cerita pendek tersebut ialah karya Shoim Anwar tersebut memiliki beberapa pesan moral yang dapat disebarkan dan patut diperhatikan juga oleh pembaca, salah satunya yakni kita tidak boleh melakukan hal yang dilarang oleh agama kita dalam bentuk apapun.

kekurangan yang terdapat dalam cerita pendek Sulastri dan Empat Lelaki yakni terdapat beberapa penggunaan kata yang kurang tepat dan terdapat beberapa kesalahan penulisan lain sehingga hal tersebut dapat mengganggu ketika pembaca menikmati alur jalannya cerita pendek.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi karya Widji Thukul

Mengupas Tentang Video Lagu "Mama Papa Larang" Karya Judika